Prasasti Kota Kapur:Mengungkap Sejarah Sriwijaya

prasasti kota kapur

Prasasti Kota Kapur, yang ditemukan di Pulau Bangka diperkirakan dibuat pada tahun 686 Masehi, telah menjadi saksi bisu dari masa silam yang kaya akan sejarah Nusantara. Sebagai salah satu artefak bersejarah yang penting, prasasti ini menyimpan rahasia kuno tentang keberadaan Kedatu’an Sriwijaya, sebuah kerajaan besar yang menguasai wilayah Nusantara pada abad ke-7 M.

Isi Teks Prasasti Kota Kapur

Teks pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu Kuno, menjadikannya salah satu dokumen tertua yang menggunakan bahasa Melayu. Prasasti ini memberikan landasan penting dalam memahami sejarah kerajaan Sriwijaya.

Inti dari Prasasti Kota Kapur berisi tentang persumpahan dan kutukan datu Sriwijaya kepada orang yang berbuat jahat seperti memberontak atau bersekongkol dengan pemberontak, tidak berperilaku hormat, takluk, dan setia kepada datu Sriwijaya dan datu yang diangkat oleh datu Sriwijaya, mengganggu ketentraman orang lain, membuat orang sakit dan gila serta menggunakan mantra dan racun, memakai racun upas dan tuba, memaksakan kehendak pada orang lain, dan merusak batu prasasti.

Rumusan kalimat persumpahan prasasti tersebut sama seperti pada prasasti lainnya yang diterbitkan oleh datu Sriwijaya yaitu Prasasti Palas Pasemah (Lampung), Telaga Batu (Palembang) dan Karang Berahi (Jambi). Keunikan Prasasti Kota Kapur adalah ditulisnya tanggal penulisannya, yaitu hari pertama paruh terang bulan Waisaka tahun Saka 608 (28 Pebruari 686), yang dikatakan bersamaan dengan peristiwa pengiriman bala tentara ke Bhumi jawa.

Naskah asli prasasti ini sebagai berikut.

Siddha titam hamba nvari i avai kandra kayet ni paihumpaan namuha ulu lavan tandrun luah makamatai tandrun luah vinunu paihumpaan hakairum muah kayet ni humpa unai tunai.

Umentern bhakti ni ulun haraki. unai tunai kita savanakta devata mahardika sannidhana. manraksa yan kadatuan çrivijaya. kita tuvi tandrun luah vanakta devata mulana yan parsumpahan. paravis. kadadhi yan uran didalanna bhami paravis hanun. Samavuddhi lavan drohaka, manujari drohaka, niujari drohaka talu din drohaka. tida ya. Marppadah tida ya bhakti. tida yan tatvarjjawa diy aku. dngan diiyan nigalarku sanyasa datua. dhava vuathana uran inan nivunuh ya sumpah nisuruh tapik ya mulan parvvanda datu çriwijaya. Talu muah ya dnan gotrasantanana. tathapi savankna yan vuatna jahat. makalanit uran. makasuit. makagila. mantra gada visaprayoga. udu tuwa. tamval. Sarambat. kasihan. vacikarana.ityevamadi. janan muah ya sidha. pulan ka iya muah yan dosana vuatna jahat inan tathapi nivunuh yan sumpah talu muah ya mulam yam manuruh marjjahati. yan vatu nipratishta ini tuvi nivunuh ya sumpah talu, muah ya mulan. saranbhana uran drohaka tida bhakti tatvarjjava diy aku, dhava vuatna niwunuh ya sumpah ini gran kadachi iya bhakti tatvjjava diy aku. dngan di yam nigalarku sanyasa dattua. çanti muah kavuatana. dngan gotrasantanana. Samrddha svasthi niroga nirupadrava subhiksa muah vanuana paravis chakravarsatita 608 din pratipada çuklapaksa vulan vaichaka. tatkalana Yan manman sumpah ini. nipahat di velana yan vala çrivijaya kalivat manapik yan bhumi java tida bhakti ka çrivijaya.

Terjemahan

Keberhasilan ! (mantra persumpahan yang tidak dipahami artinya)

Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan melindungi Kadātuan Śrīwijaya ini; kamu sekalian dewa-dewa yang mengawali permulaan segala sumpah ! Bilamana di pedalaman semua daerah yang berada di bawah Kadātuan ini akan ada orang yang memberon­tak yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak; yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu; biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk biar sebuah ekspedisi untuk melawannya seketika di bawah pimpinan datu atau beberapa datu Śrīwijaya, dan biar mereka dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagipula biar semua perbuatannya yang jahat; seperti meng­ganggu:ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja, saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya, semoga perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang bersalah melakukan perbuatan jahat itu; biar pula mereka mati kena kutuk. Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang supaya merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk; dan dihukum langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut mati kena kutuk. Akan tetapi jika orang takluk setia kepada saya dan kepada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga marga dan keluarganya dengan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebas­an dari bencana, kelimpahan segala­nya untuk semua negeri mereka ! Tahun Śaka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha [editor: setara dengan 28 Februari 686 Masehi], pada saat itulah kutukan ini diucapkan; pemahatannya berlangsung ketika bala tentara Śrīwijaya baru berangkat untuk menyerang bhūmi jāwa yang tidak takluk kepada Śrīwijaya.

Penelitian Awal

Diketahui bahwa J.K. van der Meulen pada Desember 1892 melaporkan penemuan prasasti ini, namun analisis pertama atas prasasti ini dilakukan oleh H. Kern, seorang ahli epigrafi Belanda yang bekerja di Bataviaasch Genootschap di Batavia. Kern pada awalnya menganggap “Śrīwijaya” sebagai nama seorang raja, tetapi George Coédes memperjelas bahwa Sriwijaya sebenarnya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera pada masa tersebut.

Sejarawan telah mengaitkan Sriwijaya dengan beberapa nama yang disebut dalam sumber-sumber lain. Salah satunya adalah Sribhoja, yang disebutkan dalam kronik Tionghoa sebagai Shih-li-fo-shih atau San-fo-tsi. Pada tahun 1861, Julien menerjemahkan Shih-li-fo-shih sebagai Sribhoja, yang sejalan dengan terjemahan Takakusu atas karya I-Tsing. Samuel Beal pada tahun 1886 menyimpulkan bahwa kerajaan Sribhoja berlokasi di Palembang, yang juga disebut sebagai Syarbazah dalam berita Arab.

Namun, bagaimana nama-nama ini berkaitan dengan Sriwijaya yang tercatat dalam prasasti Kota Kapur?

J.H.C. Kern pada tahun 1913 menjadi salah satu yang pertama membaca dan menganalisis prasasti ini. Awalnya, ia menganggap “Sriwijaya” sebagai nama seorang raja, tetapi pada tahun 1918, Coedes mengidentifikasi bahwa Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan. Hal ini diperkuat oleh prasasti lain yang menyebut Sriwijaya sebagai sebuah kerajaan, seperti prasasti Raja-Raja I dan prasasti Tanjore.


Artikel Artefak lain yang relevan dengan pembahasan ini:


Prasasti Kota Kapur

  • Batu
  • Pulau Bangka
  • Aksara Pallawa
  • Bahasa Melayu Kuno
  • Tahun 686 Masehi
  • tinggi 177 cm, lebar 32 cm (dasar) dan 19 cm (puncak.)
  • Koleksi Museum Nasional No. D.90
Anda telah membaca artikel tentang "Prasasti Kota Kapur:Mengungkap Sejarah Sriwijaya" yang telah dipublikasikan oleh Lentera Budaya. Semoga bermanfaat serta menambah wawasan dan pengetahuan. Terima kasih.

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.