Tradisi Budaya Masyarakat Kampung Cireundeu Jawa Barat

kampung cireundeu

Kampung Cireundeu merupakan salah satu kampung adat di Jawa Barat yang masih memiliki tradisi dan budaya tradisional yang tetap bertahan sampai saat ini. Kampung Cireundeu yang terletak di kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat masih memegang teguh kepercayaan ajaran dan tradisi leluhur. Menurut sensus terakhir yang dilakukan oleh pemerintah, warga kampung Cireundeu berjumlah 70 kepala keluarga.

Meskipun masyarakat Kampung Cireundeu telah menerima kemajuan zaman namun masyarakat Cireundeu masih memegang teguh ajaran leluhur atau ajaran tradisi walaupun hingga saat ini penganut aliran kepercayaan masih belum diakui oleh pemerintah.

Berbagai macam penelitian memberikan klasifikasi terhadap kepercayaan yang dianut oleh warga Cireundeu diantaranya kepercayaan Madraisme, ajaran Jawa Sunda, Sunda Karuhun atau Sunda Wiwitan.

Saat akan memasuki Kampung Cireundeu kita akan menemukan slogan di gapura masuk yang bertuliskan “Gusti nu ngasih, Alam nu ngasah, Manusa nu ngasuh”  yang memiliki makna mementingkan sinergi dengan alam.

Singkong Makanan Pokok Kampung Cireundeu

Satu hal yang menjadi ciri khas dari kampung ini ialah tradisi makanan pokoknya yang bukan beras seperti masyarakat Indonesia kebanyakan, melainkan singkong. Singkong sebagai bahan makanan pokok telah menjadi gaya hidup bagi warga sekitar kampung Cireundeu.

Umumnya pada pagi hari kita dapat melihat secara langsung dari rumah ke rumah proses pembuatan singkong yang dilakukan oleh ibu rumah tangga yang umumnya dilakukan di halaman atau pelataran rumah warga.

Pemilihan singkong sebagai bahan makanan pokok memiliki sejarah panjang yang cukup kelam. Pada jaman penjajahan Belanda, semua bahan makanan pokok yang memiliki nilai jual yang tinggi selalu harus diserahkan kepada pemerintah kolonial sebagai upeti.

Istilah dalam bahasa Sunda “Belanda mah ngajajah beuteung, lamun hayang dahar ngeunah kudu jadi baladna” yang dalam bahasa Indonesia berarti bangsa Belanda menjajah dengan membuat rakyat Indonesia kelaparan dan warga yang ingin makan enak harus menjadi mata-mata bagi Belanda.

Para tetua adat di kampung ini mulai memikirkan berbagai alternatif untuk mengentaskan masyarakat desanya agar dapat merdeka secara pangan. Berbagai macam bahan makanan pokok alternatif telah dicoba mulai dari umbi-umbian hingga kacang-kacangan sebelum akhirnya terpilih singkong sebagai alternatif.

Singkong dipilih sekaligus sebagai solusi pencegahan kemungkinan gagal panen karena singkong dapat ditanam dalam segala musim dan dapat dipanen sepanjang tahun.

Singkong yang dipilih sebagai alternatif makanan pokok ini merupakan singkong pahit yang memiliki kandungan sianida yang cukup tinggi. Hal ini sebagai langkah untuk mencegah Belanda merampas singkong sebagai upeti.

Cara pembuatan singkong pahit menjadi siap santap memiliki tahap-tahapan yang semula dirahasiakan dimana rahasia tersebut diwariskan secara turun-temurun menggunakan peralatan tradisional seperti kain dan tanggog (anyaman dari bambu).

Setelah era kemerdekaan, proses pembuatan singkong menjadi siap santap tidak lagi dirahasiakan, lalu salah seorang tokoh adat yang bernama ibu Omah Asmanah pada tahun 1964 menerima piagam penghargaan dari pemerintah Cimahi sebagai pahlawan pangan karena mematenkan proses pembuatan singkong di kampung Cireundeu menjadi layak santap.

Selain digunakan sebagai makanan pokok, singkong hasil budidaya kampung tersebut juga digunakan sebagai bahan pembuat aneka ragam kue dan makanan ringan. Hal ini dikarenakan banyaknya permintaan pengunjung kampung Cireundeu yang acap kali menanyakan buah tangan yang dapat dibawa pulang.

Tepung singkong yang menjadi subtitusi tepung terigu ternyata memiliki rasa yang tak kalah lezat. Cireundeu telah menjadi sentra pembuatan kue sejak tahun 2008 silam dan hal tersebut membantu perekonomian warga secara positif.

Tradisi Nusantara yang menarik: Sunat Sifon di Timor Tengah Selatan

Ritual Adat Kampung Cirendeu

Masyarakat Kampung Cireundeu, seperti kebanyakan kampung adat lainnya, memiliki ritual upacara adat pada acara-acara pernikahan, kelahiran, kematian, dan puncaknya pada ritual tahunan yaitu Syura-an atau tahun baru Saka Sunda.

Acara Upacara Syura-an ini dirayakan sebagai rasa syukur masyarakat adat atas rahmat dari yang Mahakuasa dan biasanya dirayakan secara besar-besaran dan menjadi tujuan wisata kampung Cireundeu.

Syura-an dilangsungkan sehari penuh, ritual dimulai dari pagi hari dengan melakukan “ngajayak” (keliling kampung) dari gerbang desa yang berakhir di balai desa. Sesampainya di balai desa, rombongan disambut dengan iring-iringan musik angklung buncis, gending.

Setelah semua rombongan sampai ke balai, sesepuh desa memberikan kata sambutan yang dilanjutkan acara ngurah tumpeng yang berasal dari singkong.

Malam harinya, rombongan kembali melakukan ritual keliling kampung membawa obor. Seusai keliling membawa obor di balai desa kembali diadakan acara-acara pentas seni seperti kidung bumi segandu, jaipongan, pencak silat, karinding, calung,marawis, dan biasanya ditutup dengan penampilan wayang golek.

Dari tahun ke tahun berbagai instansi pemerintah, perwakilan kampung adat lain, komunitas, masyarakat sekitar serta ke tujuh puluh kepala keluarga kampung Cireundeu turut memberikan sumbang sih dan kontribusi dengan caranya masing-masing demi mensukseskan acara adat ini.

Budaya Arif Melestarikan Alam

Di kampung Cireundeu terdapat hutan lindung yang disebut hutan Larangan dan hutan Tutupan. Hutan Larangan tidak boleh dimasuki oleh masyarakat umum dalam kondisi apapun, hanya warga adat yang boleh masuk dengan tujuan menjaga kondisi sumber mata air agar tidak rusak.

Jika masyarakat umum hendak berkunjung ke hutan Tutupan diperkenankan dengan pendampingan oleh warga adat. Selain itu, syarat mutlak yang harus dilakukan jika ingin mengunjungi Hutan Baladahan yang merupakan salah satu daerah hutan tutupan tersebut ialah pengunjung tidak boleh mengenakan alas kaki.

Ada sebuah lokasi yang cukup menarik yaitu Batu Cadas Gantung atau sering juga disebut Gajah Langu untuk melihat pemandangan  kota Bandung dan sekitarnya. Dalam perjalanan menuju lokasi tersebut, akan dimanjakan dengan lansekap lahan tanam singkong berdampingan dengan pemandangan alam yang asri.

Tak berlebihan rasanya bila Kampung Cireundeu dapat menjadi salah satu tempat wisata budaya yang menarik untuk dikunjungi bagi pecinta sejarah dan budaya.

Anda telah membaca artikel tentang "Tradisi Budaya Masyarakat Kampung Cireundeu Jawa Barat" yang telah dipublikasikan oleh Lentera Budaya. Semoga bermanfaat serta menambah wawasan dan pengetahuan. Terima kasih.

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.