Artefak arca Buddha yang ditemukan di Desa Rejoso, Kecamatan Jogonalan, Klaten ini berjumlah lima belas buah, semuanya terbuat dari logam perunggu. Teknik yang digunakan dalam perbuatan arca tersebut secara umum adalah a cire perdu atau teknik lost wax, kecuali sebagian kecil dari bagian tertentu pada beberapa arca yang ditambahkan dengan menggunakan teknik casting on.
Artefak Arca Buddha Rejoso
Riwayat penemuan Artefak Arca Buddha Rejoso ini bermula dari sekelompok pembuat bata pada tanggal 19 November 1997 berhenti bekerja karena cangkul salah satu pekerja mengenai sebuah guci yang terpendam dalam tanah. Setelah guci yang pecah diangkat, ternyata di bawahnya masih terdapat dua buah guci yang lain dalam posisi tergeletak bertolak belakang.
Di antara kedua guci yang bertolak belakang, ditemukan sebuah bejana perunggu serta sebuah talam perunggu yang di atasnya terdapat vajra dan genta. Di dalam bejana perunggu yang sudah rusak tadi ditemukan berbagai jenis artefak perunggu, dan yang paling menarik adalah 15 buah arca perunggu.
Sebagai tindak lanjut, pihak Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jawa Tengah mengadakan peninjauan yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian dibantu Arkeologis Universitas Gadjah Mada. Hasil penelitian arkeologis menghasilkan kesimpulan bahwa temuan dari Rejoso adalah benda cagar budaya yang penting sekali sehingga wajib dilindungi.
Info Artefak Nusantara lain: Peninggalan Arca Megalitik Pasemah
Berikut ini 15 artefak arca Buddha Rejoso yang kini menjadi koleksi Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jawa Tengah.
1. Dhyani Buddha Amitabha diapit oleh dua Dhyani Buddha Aksobhya.
Tiga tokoh yang digambarkan duduk di atas satu padmasana, berbentuk kelopak bunga padma ganda yang ditempatkan di atas sebuah lapik persegi panjang, adalah Dhyani Buddha Amitabha (tengah) dan dua Dhyani Buddha Aksobhya yang mengapit di kanan dan kirinya.
Masing-masing tokoh digambarkan bersandar pada stela berbentuk lengkung omega dengan lis yang mengikuti bentuk stelanya, serta dikelilingi oleh hiasan yang sering dijumpai pada stela area perunggu Jawa Tengah abad IX-X. Masing-masing tokoh dinaungi oleh sebuah cattra.
- Bahan : perunggu, dicetak dengan teknik lost wax, kecuali bagian cattra yang dipasang dengan menggunakan teknik casting-on.
- Bentuk penggambaran : tiga dimensi
- Tinggi : 10, 5 cm
- Gaya : Jawa Tengah, abad IX-X.
2. Dhyani Bodhisattva Padmapani 1
Bodhisattva Padmapani digambarkan duduk di atas padmasana berbentuk kelopak bunga padma ganda yang diletakkan di atas lapik berbentuk persegi, di belakangnya terdapat stela yang berbentuk lengkung omega tanpa hiasan, serta dinaungi oleh sebuah cattra.
Sikap duduknya disebut sattvaparyankasana. Tangan kanannya menampilkan sikap varamudra, sedangkan tangan kirinya memegang tangkai bunga padma. Ia mengenakan bodhisattvabharana yang terdiri atas kiritamakuta, hara, keyura, kankana, udarabandha, katibandha, dhoti, padavalaya, serta upavita berbentuk pita.
- Bahan: perunggu, dicetak dengan teknik lost wax, kecuali bagian cattra yang dipasang dengan menggunakan teknik casting-on.
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi: 12.5 cm.
- Gaya: Jawa Tengah, abad X
3. Dhyani Bodhisattva Padmapani 2
Penggambaran Bodhisattva Padmapani yang kedua ini boleh dikatakan identik dengan Padmapani 1 yang disebut sebelumnya. Ia juga digambarkan duduk di atas bantaIan berbentuk padma dengan kelopak bunga ganda yang diletakkan di atas lapik berbentuk persegi. Stelanya berbentuk lengkung omega tanpa hiasan, serta dinaungi oleh sebuah cattra.
Sikap duduknya disebut sattvaparyangkasana. Tangan yang kanan menampilkan sikap varadamudra, sedangkan tangan kirinya memegang tangkai bunga padma. Ia mengenakan bodhisattvabharana yang terdiri atas kiritamakuta, hara, keyura, kankana, udarabandha, katibandha, dhoti, padavalaya, serta upavita berbentuk pita.
- Bahan perunggu, dicetak dengan teknik lost wax, kecuali bagian cattra yang dipasang dengan menggunakan teknik casting-on.
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi : 12 cm.
- Gaya: Jawa Tengah, abad X
4. Buddha
Ikon yang digambarkan dengan sikap tangan vyakhyanamudra atau vitarkamudra dan dipadukan dengan sikap duduk padmasana adalah Buddha atau Sakyamuni, yaitu Manusi Buddha yang berkuasa pada kalpa sekarang.
Sikap tangannya itu selalu dihubungkan dengan khotbahnya yang pertama di Taman Rusa, Benares. Ciri yang lain adalah rambut keriting, usnisha, urna, telinga yang panjang, serta memakai kayasa yang salah satu kainnya disampirkan pada pundak sebelah kanan. Selain itu, ia juga digambarkan bersandar pada stela dengan hiasan lis yang sesuai dengan bentuk stelanya, mempunyai hiasan lidah api berbentuk seperti koma, serta dinaungi oleh sebuah cattra.
- Bahan perunggu, dicetak dengan teknik lost wax
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi : 10 cm.
- Gaya: Jawa Tengah, abad IX
5. Dhyani Buddha Aksobhya 1
Ciri ikonografis yang dimiliki oleh area Aksobhya ini adalah sikap tangannya yang disebut bhwnisparsamudra, yaitu menyentuh bumi untuk memanggilnya sebagai saksi atas keputusan Sang Buddha dalam meninggalkan dunia untuk mencapai pencerahan.
Aksobhya yang mempunyai kedudukan di mata angin arah timur ini digambarkan duduk dengan sikap yogasana di atas padmasana yang ditempatkan pada lapik bentuk persegi. Lengkung stelanya mempunyai lis dan hiasan lidah api berbentuk seperti koma. Ujung kanan dan kiri stelanya mempunyai hiasan bentuk makara yang distilir dan dikombinasikan dengan stilasi kala pacta puncaknya.
- Bahan perunggu, dicetak dengan teknik lost wax, tetapi bagian cattranya dibuat secara terpisah dan kemudian disambung dengan menggunakan teknik casting-on.
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi : 15 cm.
- Gaya: Jawa Tengah, abad IX-X
6. Dhyani Buddha Ratnasambhava 1
Dhyani Buddha Ratnasambhava ini digambarkan dengan sikap duduk padmasana dan sikap tangan varadamudra, yaitu sikap tangan yang menyimbolkan memberi anugerah. Bantalan duduknya berbentuk kelopak bungapadma ganda yang diletakkan di atas lapik berbentuk persegi. Stelanya berbentuk lengkung omega, tidak mempunyai hiasan, serta dinaungi oleh sebuah cattra. Penggambaran kayasa hanya berupa garis tipis yang menyilang dada dari bahu sebelah kiri melalui bawah ketiak sebelah kanan sehingga bahu kanannya terbuka.
- Bahan perunggu, dicetak dengan teknik lost wax, tetapi bagian cattra dibuat secara terpisah dan kemudian disambung dengan menggunakan teknik casting-on.
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi: 12.5 cm.
- Gaya: Jawa Tengah, abad IX-X
7. Dhyani Buddha Aksobhya 2
Jika dilihat dari ukuran tinggi area seluruhnya, nampak bahwa penggambaran Dhyani Buddha Aksobhya ini tidak jauh berbeda dengan arca Ratnasambhava. Tetapi jika dilihat dari ukuran ikonnya, area Aksobhya ini tampak lebih kecil.
Kayasa yang dikenakan tampak menarik, karena bagian yang menutupi lengan kirinya menjadi seperti lengan baju. Selain itu, usnishanya lebih mirip kopiah bayi yang berbentuk kerucut dari pada sebuah sanggul.
- Bahan perunggu, dicetak dengan teknik lost wax, tetapi bagian cattranya dibuat secara terpisah dan kemudian disambung dengan menggunakan teknik casting-on.
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi : 12 cm.
- Gaya : Jawa Tengah, abad IX-X
8. Pandhara
Dalam Budhisme Mahayana, Pandhara dikenal sebagai bodhisattvadevi yang berasal dari bijamantra PAM. Ia adalah pasangan spiritual dari Amitabha, atau kadang-kadang juga dianggap sebagai sakti Avalokitesvara. Dalam penggambarannya pada area ini, ia digambarkan duduk di atas padmasana dengan sikap sattvaparyangkasana. Tangan kanannya memegang tangkai bunga padma, sedang tangan kirinya menampilkan sikap varamudra.
Selain itu, ia digambarkan memakai bodhisattvabharana yang terdiri atas kiritamakuta berhiaskan bunga, kundala, hara dengan motif daun dan bunga sebagai pusatnya, keyura, kankana, upavita berbentuk pita dengan hiasan cross-hatching, katibandha, dhoti dengan motif garis kombinasi vertikal-horizontal, serta padavalaya.
- Bahan perunggu, dicetak dengan teknik lost wax,
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi : 15 cm.
- Gaya: Jawa Tengah, abad IX-X.
9. Vajradhatvisvari
Dalam Buddhisme Mahayana, Vajradhatisvari dikenal sebagai bodhisattvadevi yang merupakan dhyanibuddhasakti. Vajradhatisvari yang diwujudkan dalam arca ini mempunyai atribut setangkai bunga teratai biru (utpala) yang dipegang dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya bersikap varadamudra dan terdapat pennata pada telapak tangannya.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka ia adalah Vajradhatvisvari sebagai sakti Ratnasambhava. Tanda permata di tangannya menunjukkan bahwa ia berasal dari ratnakuladevata. Tetapi beberapa sumber juga 11 menyebutkan bahwa Vajradhatisvari juga dikenal sebagai aspek feminin dari Vairoeana.
- Bahan perunggu, dicetak dengan teknik lost wax, tetapi bagian cattranya dibuat secara terpisah dan kemudian disambung dengan menggunakan teknik casting-on.
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi : 14 cm.
- Gaya: Jawa Tengah, abad IX-X.
10. Dhyani Buddha Amitabha
Spesifikasi arca Amitabha ini adalah absennya urna, serta lapiknya yang berbentuk persegi dengan kaki seperti kaki kura-kura.
Ciri lainnya adalah ciri yang biasa dimiliki oleh Amitabha, yaitu sikap duduk padmasana yang dikombinasikan dengan dhyanamudra, mengenakan kayasa, mempunyai usnisha, serta mempunyai telinga panjang.
Bantalan duduknya berbentuk bunga padma dengan kelopak bunga bagian atas lebih besar dari kelopak bunga yang bagian bawah.
- Bahan perunggu, dicetak dengan teknik lost wax.
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi : 9.5 cm.
- Gaya: Jawa Tengah, abad IX-X.
11. Dhyani Buddha Ratnasambhava 2
Keadaan arca ini relatif tidak baik. Namun dari tangannya yang menunjukkan sikap varamudra serta posisi duduknya, masih dapat dikenali bahwa tokoh yang digambarkan adalah Amitabha.
Ciri-ciri lain yang masih dapat dikenali adalah usnishanya yang berbentuk seperti kopiah bayi. Padmasananya tidak terlihat detilnya dan diletakkan di atas lapik berbentuk persegi.
- Bahan perunggu, dicetak dengan teknik lost wax .
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi : 9 cm.
- Gaya:-
12. Dhyani Buddha Ratnasambhava 3
Secara umum Dhyani Buddha Ratnasambhava ini memiliki ciri ikonografis yang biasa dimiliki oleh Ratnasambhava. Keistimewaan area ini terletak pada pakaiannya.
Ia tidak mengenakan kayasa tetapi dhoti, dan juga mengenakan upawita berupa dua buah tali. Prabhamandala yang berbentuk seperti cakra adalah salah satu penanda arca yang berasal dari Jawa Tengah abad IX.
- Bahan perunggu, dicetak dengan teknik lost wax, tetapi bagian prabha dibuat secara terpisah dan kemudian disambungkan dengan menggunakan teknik casting-on.
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi: 12 cm.
- Gaya: Jawa Tengah, abad IX.
13. Manjusri
Tokoh yang digambarkan dalam posisi lalitasana, tangan kanan memegang khadga dan tangan kirinya memegang tangkai padma, adalah Manjusri. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ia berasal dari Amitabha, tetapi sumber yang lainnya menerangkan bahwa Aksobhya adalah bapak spiritualnya.
Bhodisattvabharana yang dikenakan terdiri atas kiritamakuta, kundala, hara, upavita berbentuk tali, keyura, katibandha, dhoti bermotifkombinasi garis sejajar yang berisi titik-titik dan pola geometris, sertapadavalaya. Stelanya berbentuk persegi dengan puncak meruncing serta diberi hiasan lidah api. Kaki kanannya diletakkan pada karnika.
- Bahan perunggu, dicetak dengan teknik lost wax.
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi : 13 .5 cm.
- Gaya: Jawa Tengah, abad iX-X.
14. Dhyani Bodhisattva Avalokitesvara
Penggambaran Avalokitesvara pada area ini agak berbeda, posisi duduknya disebut maharajalilasana. Tangan kanannya menunjukkan sikap ratnasamyukta varamudra, yaitu varadamudra dengan cintamani pada telapak tangannya, siku kirinya bertumpu pada lutut, sedang telapak tangannya digunakan untuk menyangga kepala.
Posisi semacam ini merupakan bentuk manifestasi Avalokitesvara yang menggambarkan sifat mahakaruna, Yang Maha Kasih. Abharana yang dikenakan yaitu,jatamakuta dengan amitabhabimba, hara, keyura, upavita, udarabandha, kankana, katibandha, serta dhoti.
Tempat duduknya padmasana, nimbusnya hanya berupa lingkaran kawat perunggu yang ditempel dengan menggunakan teknik casting-on.
- Bahan perunggu, dicetak dengan teknik lost wax, tetapi bagian prabha dibuat secara terpisah dan kemudian disambung dengan menggunakan teknik casting-on.
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi : 12 cm.
- Gaya: Jawa Tengah, abad IX-X.
15. Dhyani Buddha Vairocana
Pada umumnya ikon yang digambarkan seperti ini dihubungkan dengan Buddha pada waktu memberikan khotbahnya yang pertama di Taman Rusa, Benares.
Selanjutnya, beberapa sumber tertulis menyebutkan bahwa Vairoeana adalah Buddha itu sendiri, walaupun pada perkembangannya yang lebih kemudian Buddha hanya dipereaya sebagai bentuk perwujudan dari Mahavairoeana.
Penggambaran Vairoeana pada area ini digambarkan dengan sikap dharmacakramudra dan pralambhapadasana dengan kaki yang diletakkan di atas karnika. Tempat duduknya terdiri atas dua macam, yaitu bantalan bunga padma dan singgasana. Masing-masing sudut singgasananya dihiasi oleh seekor ekor singa yang duduk, kedua kaki depannya digunakan untuk menyangga bagian atas Singgasana.
Gaya penggambaran singgasana semacam ini agak jarang pada periode Jawa Tengah, tetapi gaya penggambaran Buddha dengan sikap duduk semacam ini cukup popular pada periode Jawa Tengah abad IX.
- Bahan: perunggu, dicetak dengan teknik lost wax.
- Bentuk penggambaran: tiga dimensi
- Tinggi : 25 cm.
- Gaya : Jawa Tengah abad IX
sumber: KATALOG ARTEFAK TEMUAN REJOSO 1997